Sudah Berdayakah Masyarakat
Miskin?
Oleh : Hasbin Hasan
Ketua BPD Huntu Barat
SAAT
ini, hampir semua departemen mempunyai program penanggulangan kemiskinan, dan
dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan program-program
tersebut telah mencapai puluhan trilyunan rupiah.
Pertanyaannya
kini adalah seberapa besar efek pemberdayaan yang telah ditimbulkan berbagai
program tersebut pada lapisan masyarakat miskin yang menjadi sasarannya?
Jawabannya adalah suatu pertanyaan, yaitu mengapa perekonomian Indonesia ambruk
dan tidak tahan menghadapi krisis moneter pada tahun 1997?
Terjadinya krisis
moneter yang melanda Indonesia tersebut, karena struktur perekonomian Indonesia
dengan mudah ambruk karena berat di atas rapuh di bawah. Hal itu terjadi karena
kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak awal
kemerdekaan sampai kini pada pengembangan ekonomi kelompok-kelompok usaha
mikro, kecil, dan menengah dibandingkan dengan kelompok-kelompok usaha besar.
Kelompok-kelompok usaha besar ini dalam perkembangannya kurang menjalin
hubungan yang sifatnya saling memperkuat dengan kelompok-kelompok usaha mikro,
kecil, dan menengah.
Pembahasan perihal penanggulangan
kemiskinan di era otonomi daerah mengandung pelajaran tentang peluang-peluang
penanggulangan kemiskinan, baik dari bentuk lama yang disusun di pusat
pemerintahan, maupun pola baru hasil susunan pemerintah daerah, mungkin
disertai dukungan pemerintah pusat atau swasta di daerah. Otonomi Daerah
memungkinkan peningkatan penanggulangan kemiskinan karena menghadapi jarak
spasial maupun temporal yang lebih dekat dengan penduduk miskin itu sendiri.
Selain itu peluang tanggung jawab atas kegiatan tersebut berada di tangan
pemerintah di aras Kabupaten dan Kota, serta pemerintah desa.
Problem yang kemudian muncul ialah
bagaimana upaya-upaya mengadaptasi perubahan dari struktur pemerintahan
sentralistis menjadi struktur desentralistis di mana desa akhirnya memiliki
kemandirian untuk menghidupi masyarakatnya sendiri. Problem tersebut berkaitan
dengan telah mengakarnya pola-pola pendekatan sentralistis dalam pembangunan
Upaya penanggulangan kemiskinan yang
paling strategis dalam era otonomi daerah dapat dirumuskan dalam satu kalimat
yaitu “berikan peluang kepada keluarga miskin dan komunitasnya untuk mengatasi
masalah mereka secara mandiri”. Ini berarti pihak luar harus mereposisi
peran mereka, dari agen pemberdayaan menjadi fasilitator pemberdayaan. Input
yang berasal dari luar yang masuk dalam proses pemberdayaan harus mengacu
sepenuhnya pada kebutuhan dan desain aksi yang dibuat oleh keluarga miskin itu
sendiri bersama komunitasnya melalui proses dialog yang produktif agar sesuai
dengan konteks setempat.
Patut diacungi jempol, salah satu
terobosan yang tengah dilakukan Pemerintah Provinsi Gorontalo saat ini adalah Membangun
Desa dari Gorontalo melalui 4 program strategisnya diantaranya : Pendidikan
& Kesehatan Gratis, Pembangunan Ekonomi Kerakyatan dan Membangun
Infrastruktur Perdesaan. Hal ini sangat beralasan, karena jumlah penduduk
miskin lebih banyak berada di desa. Jadi yang perlu segera dilaksanakan saat
ini adalah membangun suatu paradigma pembangunan yang memihak kepada penduduk
miskin. Dalam membangun paradigma golongan miskin perlu diikutsertakan,
misalnya melalui perwakilan mereka. Pemerintah daerah dan pemerintah desa
sebaiknya hanya melakukan pekerjaan yang benar-benar mampu mereka kelola. Untuk
mencapai kemampuan manajemen tersebut, Pemerintah Daerah dan pemerintah desa
perlu bekerjasama dengan pihak-pihak lain yang berminat dalam program
penanggulangan kemiskinan, misalnya saja melalui Corporate Social
Responsibility (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar