Minggu, 30 Oktober 2016

Mengoptimalkan Tupoksi BPD



HASBIN HASAN
Ketua BPD Huntu Barat Kec. Bulango Selatan - Kab. Bone Bolango

BADAN Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan ditingkat desa. Sama halnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat, BPD dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa.
Dengan akan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa yang di dalamnya mengatur tentang pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang Badan Permusyawaratan Desa harus disesuaikan pula dengan Peraturan Pemerintah tersebut.
Dalam pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dibentuk pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).  Terkait dengan hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam pasal 55 UU No.6 tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan Desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat.
Pengertian desa menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa yang semula merupakan unit pemerintahan terendah di bawah Camat, berubah menjadi sebuah “self governing society” yang mempunyai kebebasan untuk mengurus kepentingan masyarakat setempat dan mempertanggungjawabkannya pada masyarakat setempat pula. Bahwa dalam upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan administrasi Desa, maka setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara desa. Keberadaan BPD dalam pemerintahan desa adalah bukti pelibatan masyarakat dalam bidang penyelengaaraan pemerintahan. Pada masa orde baru pelibatan masyarakat di dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di laksanakan melalui pembentukan Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Namun lembaga tersebut kurang berfungsi secara proporsional, hanya berfungsi sebagai tangan kanan dari Kepala Desa. Pada sisi lainnya, hegemoni penguasa desa sangat dominan dalam segala hal. Akibatnya masyarakat kurang bisa belajar berdemokrasi. Hal ini dibuktikan dengan kekuasaan Kepala Desa yang dapat dikatakan analog dengan kekuasaan diktator atau raja absolute, sehingga masyarakat kurang dapat secara leluasa menyalurkan aspirasinya.
Oleh karena itulah, Badan Permusyawaratan Desa harus diberikan ‘power’ dalam menjalankan fungsinya diantaranya mengayomi adat istiadat, menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta mengawasi pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa pada dasarnya adalah penjelmaan dari segenap warga masyarakat dan merupakan lembaga tertinggi Desa. BPD juga merupakan pemegang dan pelaksanan sepenuhnya kedaulatan masyarakat desa. Lembaga ini memiliki urgensi yang tidak jauh berbeda dengan DPR. Karenanya agar otonomi di desa dapat berjalan secara proporsional.
Hubungan antara BPD dengan pemerintah desa adalah mitra, artinya antara BPD dan kepala Desa harus bisa bekerja sama dalam penetapan peraturan desa dan APBDes. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala desa untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan desa, selain itu BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar pelaksanaan tugas kepala desa. BPD selain memiliki fungsi juga memiliki tugas, wewenang dan hak-hak secara luas. Sehingga dalam perwujudannya diperlukan langkah konkrit yang mampu mendorong agar anggota BPD dapat berperan secara optimal dalam Pemerintahan Desa.
Mengingat bahwa BPD dan Kepala desa itu kedudukannya setara maka antara BPD dan kepala desa tidak boleh saling menjatuhkan tetapi harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerjasama yang mantap dalam proses pelaksanaan pembangunan yang merupakan perwujudan dari peraturan desa.
Namun berdasarkan hasil observasi di lapangan menemukan fenomena, bahwa tingkat penyelenggaraan pemerintahan Desa yang demokratis dirasakan belum optimal. Hal itu dapat dilihat dari indikasi sebagai berikut :
1.    Pengakuan terhadap keanekaragaman masyarakat sebagai hal yang wajar masih kurang.
2.    Belum adanya suatu jaminan untuk terselenggaranya perubahan secara damai dalam masyarakat yang sedang berubah.
3.    Belum siapnya kelembagaan di desa, khususnya BPD dalam mensukseskan program Desa Tumbuh, Daerah Maju.
Dari uraian di atas, diduga timbulnya fenomena tersebut dikarenakan :
1. Terkadang fungsi Badan Permusyawaratan Desa untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kurang terperhatikan karena lebih mengutamakan fungsi legislasi dan anggaran.
2.  Aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan Badan Permusyawaratan Desa belum representatif.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, ternyata belum optimalnya kelembagaan BPD serta tingkat penyelenggaraan pemerintahan Desa yang demokratis ini berkenaan dengan beberapa fungsi Badan Permusyawaratan Desa yang belum dilaksanakan secara maksimal. Untuk itu diperlukan suatu gerakan untuk me-refresh kembali kelembagaan BPD sesuai dengan fungsi dan tugasnya dalam mengimplementasikan UU Desa dan mendukung program Pemerintah Kabupaten Bone Bolango Desa Tumbuh, Daerah Maju, sehingga Bone Bolango makin maju dan rakyatnya sejahtera.(**)

Lahirnya Undang-Undang Desa, Antara Harapan dan Tantangan



HASBIN HASAN
Ketua BPD Huntu Barat Kec. Bulango Selatan - Kab. Bone Bolango

UNDANG-UNDANG Desa yang prosesnya cukup panjang hampir memakan waktu tujuh tahunan, akhirnya disahkan oleh pemerintah melalui DPR RI. Dengan disahkannya UU ini, Desa sebagai daerah otonom diberi kewenangan penuh untuk mengelola sumber daya. Dengan demikian, hal ini merupakan angin segar bagi pemerintahan dan warga desa.
Pada intinya UU Desa ini berisi kebijakan yang mengatur tata kelola pe­merinta­han desa, baik perangkat desa , masyarakat, maupun pengembangan eko­nomi warga desa serta penguatan sistem informasi desa. Pemerintah desa memiliki kewenangan yang tinggi dalam pengembangan desa dengan dibantu oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berperan membangun mekanisme checks and balances untuk men­dorong pertanggungjawaban pela­yanan yang lebih baik kepada warga desa.
Dengan pengimplemantasian UU Desa secara baik, untuk ke depan diharapkan kehidupan masyarakat di perdesaan akan mengalami peningkatan ke arah yang lebih maju dan sejahtera. Karena jika UU Desa ini diterapkan dengan sungguh-sungguh, maka akan terjadi pemberdayaan dari unit pemerintahan desa untuk menggerakkan roda pembangunan di tingkat desa. Sehingga urbanisasi warga desa ke kota bisa dicegah, sekurang-kurangnya bisa diminimalisasi. Namun adanya otonomi desa ini harus pula diiringi dengan kesadaran akan pemahaman spirit otonomi bagi seluruh penggerak warga desa dan kemampuan perangkat serta masyarakat dalam memahami tata kelola pemerintahan desa yang baik.
Hal lain yang paling menonjol (signifikan) dalam UU Desa, yakni terkait dengan alokasi dana sebesar 10 % dari APBN untuk setiap desa di seluruh Indonesia yang berjumlah 72.944 desa. Dengan demikian setiap desa diasumsikan akan menerima dana sebesar Rp 1 miliar pertahun. Dengan adanya kebijakan seperti ini, tidak sedikit dari sebagian kalangan yang mengkhawatirkan terjadinya dampak negatif di lapangan yang kontraproduktif dengan apa yang menjadi harapan semula.
Apa yang menjadi keistimewaan Undang-undang Desa tersebut  dan apa pula yang menjadi tantangannya?
Pertama ; Dana Milyaran Rupiah akan masuk ke Desa. Isu yang berkembang bahwa dengan disahkannya Undang-Undang Desa maka tiap Desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN lebih kurang 1 Milyar per tahun. Ini bisa kita baca pada pasal 72 ayat (1) mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d, disebutkan "alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) pasal yang sama disebutkan "Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus".
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPR-RI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. "Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya," ujarnya.
Sementara itu mantan Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10 persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah  dikurangi Dana Alokasi Khusus harus diberikan ke Desa. "Sepuluh persen bukan diambil dari dana transfer daerah," kata Budiman. Artinya, kata Budiman, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa. "Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan," ujarnya.
Dana itu, kata Budiman, diajukan desa melalui Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa. "Mereka bersidang minimal setahun sekali," ujar Budiman.
Kedua ; Penghasilan Kepala Desa. Selain dana milyaran rupiah, keistimewaan berikutnya adalah menyangkut penghasilan tetap Kepala Desa. Menurut Pasal 66 Kepala Desa atau yang disebut lain (Nagari) memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan. Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainya yang sah.
Ketiga : Kewenangan Kepala Desa. Selain dua hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Desa. Hal ini ditegaskan oleh Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa).
 “Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan penentu sendiri, jadi Kepala Desa yang berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya," kata Bachruddin Nasori.
Yang jadi pertanyaan, apakah dengan demikian Kepala Desa akan menjadi raja-raja kecil di desa ? Walaupun dengan Undang-Undang Desa ini Kepala Desa mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur dan mengelola keuangan sendiri, akan tetapi seorang Kepala Desa tidak boleh menjadi Raja Kecil, ujar Mantan Wakil Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Desa DPR RI, Budiman Sujatmiko.
Dikatakan Budiman, kewenangan dan alokasi dana yang besar yang diamanatkan UU Desa itu, tidak ada satu pasal pun yang mengisyaratkan  monopoli kebijakan Kepala Desa. Bahkan, lanjut Budiman, Kepala Desa akan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang akan dilakukannya kelak.
Keempat : Masa Jabatan Kepala Desa bertambah. Dengan Undang-Undang Desa yang baru, masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut (pasal 39). Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa, mereka bisa menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut turut maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda dengan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan.
Kelima : Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa. Menurut pasal 55 UU Desa yang baru, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: a) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Disini ada penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c yaitu melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dalam pasal 209 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Terkait dengan akan diberlakukannya UU Desa ini ada beberapa tantangan yang harus diantisipasi sejak dini, di antaranya :
Pertama : terkait besarnya dana APBN yang digelontorkan ke desa yang diperkirakan mencapai Rp 1 miliar. Bila dana sebesar itu tidak dikelola dengan baik dan benar, tidak dilakukan dengan transparan dan tidak tepat sasaran, maka akan berpotensi misalokasi dan akan menjadi sarang korupsi di tingkat desa. Anggaran yang diberikan sebesar itu bukannya mensejahterakan warga, malah berpotensi merusak tatanan yang ada melalui korupsi atau ketidakadilan dalam pembagian anggaran.
Kedua : masih lemahnya kemampuan kebanyakan perangkat desa dalam mengelola pemerintahan desa dengan jumlah dana yang cukup besar. Kelemahan itu mulai dari proses perencanaan, monitoring hingga evaluasi. Belum lagi pemahaman kepala desa terkait potensi desa serta memformulasikannya ke dalam kebijakan-kebijakan berupa peraturan daerah, anggaran dan pelayanan dasar.
Ketiga : terkait kesiapan warga berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan dan melakukan monitoring terhadap program-program yang dilakukan di desa. Sekalipun tugas dan fungsi perencanaan, monitoring/pengawasan dan evaluasi sebagai checks and balances, oleh UU Desa telah diamanahkan kepada BPD, namun warga desa tetap dituntut untuk lebih aktif memonitor dan memberi masukan kepada pemerintah desa. Untuk itu dibutuhkan pula pemahaman yang baik dari warga atas fungsi dan proses kepemerintahan.
Keempat : terkait sinergitas antara perencanaan desa dengan perencanaan kabupaten. Dari pengalaman melakukan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) selama ini, sulit sekali untuk melakukan perencanaan yang berkesinambungan antara perencanaan desa dengan kabupaten. Padahal sangat dibutuhkan adanya keterpaduan perencanaan agar perencanaan desa yang variatif sesuai dengan karakter, kebutuhan dan kemampuan desa di berbagai wilayah kabupaten tetap memiliki keterpaduan dengan perencanaan di tingkat kabupaten.
Dari berbagai tantangan tersebut di atas, tantangan peningkatan kapasitas pemerintah dan warga desa menjadi yang utama. Hal ini mengingat otonomi sangat erat hubungannya dengan kamampuan dan ragam kapasitas yang dimiliki desa, baik sumber daya dana maupun sumber daya manusia yang memerlukan pendampingan yang serius. Dan seandainya tidak dilakukan pendampingan dengan baik, maka tujuan otonomi desa bukannya menguatkan, akan tetapi sebaliknya justru akan memperlemah sendi-sendi otonomi desa sendiri.
Untuk mengantisipasi adanya pembagian anggaran yang hampir seragam dan merata sekitar Rp 1 miliar dengan kapasitas pengelolaan pemerintah desa yang sangat beragam, memang pemerintah akan mengeluarkan regulasi desentralisasi fiskal yang mengatur besaran anggaran desa berdasarkan kebutuhan serta kemampuan mengelola melalui peraturan pemerintah (PP). Akan tetapi dengan beragamnya karakter desa yang berjumlah lebih dari 72.000 desa, dibutuhkan asistensi teknis (coaching) yang tepat agar alokasi anggaran dapat dioptimalkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan desa tersebut.
Menjelang diberlakukannya UU Desa nanti mesti dibarengi dengan penyiapan kapasitas perangkat desa, masyarakat desa serta regulasi di tingkat desa yang menjadi payung hukumnya agar otonomi desa bisa berjalan dengan baik. Pendampingan oleh fasilitator secara terencana dan bertahap sangat diperlukan dalam pengawalan kapasitas, baik untuk mendampingi perangkat desa maupun masyarakat desa. Perangkat pemerintahan desa seperti Badan Per­musya­waratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan yang lainnya, ke depan harus benar-benar berfungsi dan diberdayakan untuk mendorong transparansi berbagai kebijakan dan akuntabilitas pelayanan publik oleh perangkat desa.
Demikian pula masyarakat desa dengan pusat komunitasnya harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perencanaan, penganggaran serta mengevaluasi kinerja pemerintah desa. Maka dengan adanya peningkatan kapasitas seluruh pemangku kepentingan di desa, diharapkan akan terjadi perbaikan tata kelola pemerintahan desa sebagaimana yang ditargetkan dengan dibentuknya UU Desa. Semoga UU Desa dapat berjalan dengan lancar.***

Sabtu, 29 Oktober 2016

“Anugerah Desa Membangun Indonesia 2015”



Huntu Barat Raih Anugerah DMI
Tingkat Nasional

(BONE BOLANGO)Usaha dan kerja keras yang ditunjukkan pemerintah desa Huntu Barat Kecamatan Bulango Selatan dalam percepatan pemanfataan dan pengelolaan dana desa patut diacungi jempol. Betapa tidak, dari 657 desa di Provinsi Gorontalo, desa Huntu Barat mampu berbicara ditingkat Nasional dengan meraih anugerah Desa Membangun Indonesia (DMI) tingkat nasional tahun 2015 yang diselenggarakan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI pada Rakornas Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Ecovention Ecopark Ancol Jakarta (2/12).
Ketua BPD Huntu Barat Hasbin Hasan mewakili kepala desa Huntu Barat pada penerimaan anugerah DMI ketika ditemui wartawan usai menerima penghargaan merasa gembira dan terharu atas prestasi yang diperoleh desa Huntu Barat ditingkat nasional. “Diakui, dalam lomba Anugerah Desa Membangun Indonesia tingkat nasional tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Kemendes, kami ikut untuk dua katerogi yang dilombakan diantaranya percepatan dana desa dan pendayagunaan potensi lokal serta prioritas pembangunan dana desa dan padat karya. Kami tidak menyangka sebelumnya dan Alhamdulillah desa Huntu Barat meraih penghargaan ditingkat nasional bersama-sama Gubernur Gorontalo. Hal ini sesuai kawat yang kami terima dari Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi nomor 1541/DPPMD/XI/2015 tanggal 27 Nopember 2015 tentang undangan Penerimaan Anugerah Desa Membangun Indonesia,” ungkap Hasbin Hasan.
Menurut Hasbin, penghargaan ini bukan karena usaha kepala desa semata, melainkan kerja keras dan partisipasi yang telah ditunjukkan oleh masyarakat dan lembaga yang ada selama ini, khususnya percepatan pemanfaatan dana desa tahun 2015. Penghargaan adalah milik masyarakat desa Huntu Barat pada khususnya dan Pemerintah Bone Bolango pada umumnya.
Ketika disinggung apa keunggulan dan kelebihan yang dimiliki desa Huntu Barat sehingga bisa meraih Anugerah Desa Membangun Indonesia, Hasbin menjelaskan, yang jelas pantia nasional telah melakukan penilaian secara obyektif terhadap dokumen yang telah kami kirimkan, terutama dalam pengelolaan dana desa yang bersumber dari APBN. Pemanfaatan dan pengelolaan dana desa telah kami sesuaikan dokumen RPJMDes, RKPDes dan APBDes dengan mengacu pada Undang-Undang Desa dan peraturan yang ada. “Jadi dalam pengelolaan dan penggunaan dana desa, pemerintah desa, BPD dan unsur masyarakat telah duduk bersama untuk menetapkan prioritas usulan kegiatan yang telah tertuang RPJM Des dan RKPDes, sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dapat direalisasikan. Dan ini kami lakukan secara transparan dan akuntabel,” tandas Arfan.
Hasbin menyampaikan terima kasih dan dukungan yang telah diberikan selama ini, baik masyarakat desa Huntu Barat, Pemerintah Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi atas pembinaan dalam pengelolaan dana desa melalui Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di desa Huntu Barat. Dan tentunya penghargaan ini menjadi pelecut semangat untuk tetap memberikan yang terbaik untuk masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat desa Huntu Barat kedepan (has)