Jumat, 30 Desember 2016

Jenis-Jenis Pajak Atas Penggunaan Dana Desa



MELALUI UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Desa.
Oleh karena itu, pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.
Pengelolaan Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014. Salah satu kewajibannya Desa adalah memungut pajak dan menyetor pajak yang telah dipungut ke kas negara. Memungut dan menyetor pajak adalah tugas bendahara desa .
Jenis-jenis pajak atas penggunaan Dana Desa.
1.  Pajak PPh Pasal 21
Pajak yang dipotong atas pembayaran berupa gaji, upah, honorarium, dan pembayaran lain yang diterima oleh Orang Pribadi (OP)
2.  Pajak PPh Pasal 22
Pajak yang dipungut dari Pengusaha/Toko atas pembayaran atas pembelian barang dengan nilai pembelian diatas Rp 2.000.000,- tidak terpecah-pecah.
3.  Pajak PPh Pasal 23
Pajak yang dipotong dari penghasilan yang diterima rekanan atas sewa (tidak termasuk sewa tanah dan atau bangunan), serta imbalan jasa manajemen, jasa teknik, jasa konsultan dan jasa lain.
4.  Pajak PPh Pasal 4 ayat (2)
Pajak yang dipotong atas pembayaran :
a.   Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
b.  Persewaan tanah dan atau bangunan
c.   Jasa Konstruksi
5.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pemungutan atas pembelian Barang/Jasa Kena Pajak yang jumlahnya diatas Rp 1.000.000,- tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. (**)

5 Hal Tentang Pajak, Bendahara Desa Wajib Tahu



PENGELOLAAN Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014. Salah satu kewajaibannya Desa adalah memungut pajak dan menyetor pajak yang dipungut ke kas negara.
Bendahara Desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau pemungut pajak.
Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh) atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya. Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa, bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli. Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk PKP penjual – namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli – namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus sepuluh persen).
Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku pembantu kas pajak.(**)

Surat KPK untuk Pak Kades



Dalam surat KPK bertanggal 31 Agustus 2016 yang ditujukan kepada para Kepala Desa di seluruh Indonesia, bahwa Dana Desa harus dapat dikelola secara transparan dan dapat dipertangungjawabkan.
Pengelolaan Keuangan Desa termasuk Dana Desa merupakan bagian dari upaya membangun kesejahteraan. Oleh karena itu, KPK meminta kepada seluruh aparat pemerintah Desa, untuk:
1.    Mematuhi seluruh peraturan tentang pengelolaan Keuangan Desa khususnya dalam penggunaan Dana Desa dengan menghindari yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga tidak meimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari
2.    Memahami dengan baik dan menggunakan Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk pengelolaan Keuangan Desa.
3.    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama-sama dengan Kemendesa, PDTT dan Kemendagri melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan Keuangan Desa khususnya Dana Desa.
4.    Mendorong partisipasi masyarakat agar melakukan pengawasan dan melaporkan informasi serta keluhan yang dianggap perlu terkait penyalahgunaan Keuangan Desa khususnya Dana Desa kepada Satgas Desa Kemendesa, PDTT dengan menghubungi telepon: 1500040 SMS 08128899 0040/0877 8899 0040 atau melalui website satgas.kemendesa.go.id.
5.    Memperbanyak surat himbauan ini dan menempelkannya di tempat-tempat strategis misalnya di Kantor Desa atau tempat-tempat lain yang mudah dibaca oleh masyarakat. 
Demikian petikan isi surat yang ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Raharjo.

Agar Transparan, Kades Wajib Pajang Poster Realisasi Dana Desa



KEPALA dan perangkat desa diwajibkan memasang poster rencana pembangunan desa dan realisasi penggunaan dana desa. Hal tersebut ditegaskan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo saat berdialog dengan Kepala dan Bendahara Desa se-Majalengka di Graha Sindang Kasih Majalengka, Kamis (22/12).
 "Yang belum melaksanakan itu, secepatnya buatkan poster yang besar (rencana pembangunan desa dan realisasi dana desa) paling sedikit pasang di kantor desa, kalau bisa pasang juga di tempat-tempat keramaian. Yang sudah punya website, pasang di website," tegasnya.
 Menteri Eko mengatakan, hal tersebut adalah wujud transparansi dana desa, agar diketahui dan mudah diawasi oleh masyarakat desa. Meski demikian, ia juga tetap memperjuangkan hak kepala desa agar tidak dikriminalisasi. Sebab ia pernah mendapat laporan adanya kriminalisasi terhadap kepala desa, mengingat besarnya dana yang dikelola oleh desa.

"Soal ini saya sudah bicara dengan Kapolri, bahwa jika desa ada kesalahan administrasi tapi tidak korupsi, maka tidak dikenakan sanksi secara hukum. Tapi syaratnya harus transparan," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Menteri Eko juga mengingatkan agar dana desa tidak digunakan untuk membangun pagar kantor desa. Artinya, dana desa harus digunakan sesuai prioritas dan kebutuhan desa, agar memiliki daya ungkit bagi perekonomian desa. 
"Kalau untuk membangun BUMDes boleh. Dan kita juga menyarankan buat sarana olahraga maksimal Rp50 juta untuk membuat sarana olahraga. Karena ini penting untuk mempertahankan kebersamaan dan kekeluargaan masyarakat di desa," ujarnya.
Menteri Eko melanjutkan, dana desa Tahun 2015 hanya mampu terserap sebesar 80 persen. Namun hal tersebut telah mampu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi desa. Bahkan di Kabupaten Morowali, ada desa yang peningkatan ekonominya melonjak tinggi hingga 60 persen akibat dana desa. Maka dana desa Tahun 2016 ditingkatkan dari Rp20,7 Triliun menjadi Rp46,9 Triliun, dan akan terus mengalami peningkatan.
"Hingga Oktober 2016 , pertumbuhan ekonomi negara naik menjadi 5,3 persen. Pertumbuhan ekonomi desa rata-rata di atas 9 persen. Jadi desa masih menyumbangkan pertumbuhan ekonomi negara yang cukup signifikan," ujarnya.
 Di sisi lain, Anggota III BPK RI, Eddy Mulyadi Soepardi menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentunya ingin memastikan bahwa program dana desa berjalan dengan baik dan lancar. Dana desa sudah mulai dianggarkan dari Tahun 2015 dan akan meningkat terus hingga Tahun 2019. Selain dana desa, desa juga mengelola dana dari sumber lain yakni Alokasi Dana Desa (ADD).
 "Pengelolaan uang desa harus transparan. Hati-hati.. Jadi kalau kita bicara uang negara tidak ada yang terlewat diperiksa. Karena semua harus dipertanggungjawabkan  sesuai aturan. Tugas desa hanya menghabiskan uang sesuai kebutuhan rakyatnya, tentunya yang produktif," ujarnya.
Terkait pendamping desa,  Eddy juga menjelaskan bahwa pendamping desa tidak memiliki hak atas kesalahan penggunaan dana desa. Pendamping desa hanya memiliki tugas untuk melakukan fasilitasi dan mengingatkan perangkat desa. "Namun jika tidak didengarkan, maka pendamping desa tidak memiliki hak memberikan sanksi," ujarnya. (Dikutif dari www.kemendesa.go.id)